Abu Hasballah Indrapuri; Ulama Ahli Al-Qur’an dan Pendiri Madrasah Hasbiyah Indrapuri.
Lahir dari keluarga
ulama dan pemimpin masyarakat, ayahnya adalah Teungku Chik Umar Diyan dan
Ibunya Hajjah Shafiah. Mengenai ayahnya Teungku Chik Umar Diyan adalah seorang
ulama pendiri dayah di Lam U sehingga sering disebut juga dengan Teungku Chik
Di Lam U, seorang ulama pejuang segenerasi dengan Teungku Chik Ditiro, Teungku
Chik Tanoh Abee dan Teungku Haji Muda Kruengkalee, yang kemudian hijrah ke Yan
Kedah Malaysia untuk membentuk jaringan ulama baru bersama dengan sahabatnya
Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan gurunya para ulama Aceh.
Teungku Ahmad
Hasballah dilahirkan di Lam U sekitar tahun 1888, namun karena kiprah
keulamannya dan Dayah Hasbiyah Indrapuri yang beliau pimpin, sehingga beliau
dikenal dengan sebutan Abu Indrapuri. Kehadiran Abu Indrapuri memiliki arti
penting dalam jejaring keulamaan Aceh secara menyeluruh. Karena Teungku Syekh
Muda Waly pernah berguru kepadanya. Dan Abu Indrapuri bersahabat dengan Abu
Kruengkalee, serta beliau memiliki keahlian dalam bidang ilmu Al-Qur’an. Beliau
sebaya dengan Abu Kruengkalee dan Abu Lambhuk. Abu Indrapuri dilahirkan ditahun
1888, Abu Kruengkalee lahir di tahun 1886, sedangkan Abu Lambhuk pada tahun
1890. Mereka tiga serangkai para ulama yang ikut belajar di Yan Keudah Malaysia
dan ditambah teman mereka yang lain yaitu Teungku Syekh Muhammad Saman Siron.
Kemudian ketiganya
meneruskan pengajian ke Mekkah, kecuali Abu Muhammad Saleh Lambhuk yang
langsung pulang selesai pendidikannya di Yan dan membangun Dayah di Lambhuk.
Abu Indrapuri semenjak kecil telah dalam bidang Al-Qur’an maka bakat Abu
Indrapuri sangat dikenal, sehingga beliau merupakan salah satu Qari terbaik
pada masanya. Selain belajar dari ayahnya, beliau juga mengembara ke berbagai
lembaga pendidikan yang ada di Aceh seperti Dayah Piyeung, Dayah Samalanga,
Dayah Titeu dan kepada Dayah Lamjabat. Belum merasa cukup dengan ilmunya, Abu
Indrapuri kemudian berangkat ke Yan Kedah belajar kepada Teungku Chik Muhammad
Arsyad yang juga guru dari Abu Kruengkalee.
Selain memiliki teman
yang alim, Abu Indrapuri juga memiliki saudara seayah yang semuanya ulama dan
pemimpin dayah. Di antara saudaranya adalah Teungku Abdullah Lam U atau Abu Lam
U yang merupakan pelanjut Dayah Lam U, Teungku Abdul Hamid Niron Pendiri dayah
di Niron Aceh Besar, dan Teungku Madhan yang kemudian menetap dan melanjutkan
pengajian Teungku Chik Umar Diyan di Yan Kedah Malaysia. Setelah mengecap
pendidikan di Yan Kedah Malaysia, kemudian Abu Indrapuri berangkat ke Mekkah
selama beberapa tahun di sana. Beliau termasuk ulama Aceh yang lama belajar di
Mekkah sehingga kemampuan bahasa Arab dan peguasaan keilmuannya tentu tidak
diragukan lagi.
Sepulang dari Mekkah
Abu Indrapuri pulang ke Yan Keudah Malaysia, baru pada tahun 1922 beliau pulang
ke Aceh atas permintaan para ulama seperti Tuwanku Raja Keumala dan Abu
Kruengkalee untuk memimpin Dayah Hasbiyah Indrapuri melanjutkan pengajian
Teungku Chik Empeu Trieng. Pada masa kepemimpinan Abu Indrapuri perkembangan
Dayah Hasbiyah sangat pesat, santrinya datang dari berbagai wilayah untuk
belajar di dayah tersebut, apalagi untuk kajian al-Qur’an sebuah ilmu yang
masih langka dalam kalangan masyarakat Aceh saat itu. Di antara banyak murid
yang pernah singgah di Dayah tersebut adalah ulama terpandang Aceh Teungku
Syekh Muda Waly al-Khalidy.
Karena melihat talenta
dan kealiman Teungku Syekh Muda Waly, maka Abu Indrapuri yang meminta kepada
Teuku Hasan Geulumpang Payong untuk mengirim pemuda-pemuda yang alim agar
belajar ke Padang, sehingga berangkatlah Abuya Muda Waly dengan Teungku
Muhammad Ali Piyeung, Said Abu Bakar dan para pelajar yang lain, karena ketika
itu baru pulang seorang terpelajar dari Darul Ulum Kairo yaitu Ustadz Haji
Mahmud Yunus. Bahkan disebutkan bahwa Teungku Muhammad Sufi Glee Karong Pendiri
Madrasah Islahul Umam Susoh yang pernah beradu argumen dengan Abuya Muda Waly
adalah juga murid dari Abu Indrapuri.
Selain berkiprah
sebagai seorang ulama yang mengayomi masyarakat, Abu Indrapuri juga termasuk
ulama dari kalangan pembaharuan yang banyak melakukan inovasi dan perubahan
dalam dunia pendidikan. Beliau dapat digolongkan dalam ulama kaum muda seperti
Teungku Abdul Hamid Tanjungan, Teungku Abdul Wahab Kenaloi, Teungku Abdussalam
Meunasah Meucap dan para ulama PUSA lainnya. Abu Indrapuri juga aktif
diberbagai organisasi keislaman. Beliau juga penasehat berbagai organisasi
keislaman, bahkan pada masa Jepang berkuasa, beliau pernah ditunjuk sebagai
Kepala Mahkamah Syari’ah, dan merupakan ahli dalam bidang fatwa.
Pada masa terbentuknya
Pusa, Abu Indrapuri ditunjuk sebagai Ketua Majelis Syuyukh Pusa. Karena
fikirannya yang modernis, maka beliau dekat dengan Teungku Muhammad Daud
Bereueh, seorang tokoh berpengaruh pada masanya dan Ketua umum Pusa Aceh.
Karena kedekatan ini, beliau pernah bergabung dengan DII TII Teungku Muhammad
Daud Bereueh, walaupun kemudian beliau memilih turun gunung seperti Teungku
Haji Abdullah Ujong Rimba setelah mampu diyakinkan oleh Prof Haji Ali Hasymi
dan Kolonel Syamaun Gaharu. Sikap Abu Indrapuri dalam hal ini tentunya berbeda
dengan para ulama lainya seperti Abu Kruengkale, Abu Cot Kuta, Abuya Muda Waly,
Abu Selimuem dan para ulama umumnya.
Setelah beliau turun gunung, atas persetujuan ulama Aceh dan
Gubernur ketika itu dimana Abu Indrapuri ingin berangkat kembali ke Yan Kedah
Malaysia karena ingin berziarah ke makam ayahnya Teungku Chik Umar Diyan.
Sekitar tahun 1958, berangkatlah Abu Indrapuri ke Yan Kedah Malaysia. Tidak
lama beliau di sana sekitar satu tahun kemudian wafatlah ulama besar tersebut
di tahun 1959. Dan kuburannya berdekatan dengan kuburan ayahnya.
Komentar
Posting Komentar