Foto saya
Dr. Nurkhalis Mukhtar, LC., MA
Banda Aceh, Aceh
Ketua STAI Al-Washliyah Banda Aceh - Penulis Buku MEMBUMIKAN FATWA ULAMA

Abu Lam U; Ulama Pendidik dan Pelanjut estafet Teungku Chik Oemar Diyan.

 


Lahir dari keturunan ulama dan pemimpin masyarakat, ayahnya Teungku Chik Umar Diyan adalah Pendiri Dayah Lam U dan salah satu pejuang dalam perang Aceh. Teungku Chik Umar Diyan merupakan karib beberapa ulama pejuang Aceh seperti Teungku Chik Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Haji Muda Kruengkalee dan Teuku Panglima Polem. 

Setelah wafatnya Teungku Chik Di Tiro pada tahun 1891, dan Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee pada tahun 1894, beberapa ulama yang menjadi sasaran penangkapan Belanda seperti Teungku Chik Umar Diyan dan Teungku Chik Muhammad Arsyad yang dikenal dengan Teungku Chik Di Balee memilih hijrah ke Yan dan membangun lembaga pendidikan disana.

Teungku Abdullah bin Umar bin Auf lahir di Desa Lam U Kemukiman Lam Jampok Aceh Besar pada tahun 1888 dengan ibu yang bernama Nyak Sunteng seorang gadis dari Lam U.

Selain Teungku Abdullah Umar yang dikenal Abu Lam U, beberapa saudaranya yang lainnya juga para ulama dari ibu yang berbeda dengan ayah Teungku Chik Umar Diyan yaitu: Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri yang dikenal dengan Abu Indrapuri, Teungku Abdul Hamid Niron pendiri dayah Niron, dan Teungku Muhammad Dahlan atau Teungku Madhan Yan yang melanjutkan pengajiannya Teungku Chik Umar Diyan setelah wafatnya.

Semenjak kecil Abu Lam U telah dididik dan ditanamkan oleh ayahnya yang juga seorang ulama, untuk mencintai ilmu pengetahuan. 

Setelah belajar dengan ayahnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, beliau kemudian melanjutkan pengajiannya ke salah seorang ulama di Piyeung Aceh Besar Teungku Abdullah bin Alfaqih. Karena melihat kemampuan, kecerdasan dan keshalihan pada diri muridnya Teungku Abdullah Umar Lam U, setelah beberapa tahun belajar, beliau kemudian menjadikan murid kesayangannya sebagai menantu. Selama belajar kepada Teungku Abdullah Alfaqih, Teungku Abdullah Umar Lam U sering dibawa gurunya ke berbagai tempat dan acara yang dihadiri oleh ulama tersebut. Jadilah Abu Lam U muda mengenal banyak para ulama lainnya. 

Selain kepada Teungku Abdullah Alfaqih, Abu Lam U juga disebutkan pernah menimba ilmu dari seorang ulama dari Reubee yang masih keturunan Teungku Chik Di Reubee. Setelah menyelesaikan pendidikan di Dayah Piyeung, merasa ilmunya masih minim, Teungku Abdullah Umar Lam U kemudian melanjutkan ke Yan Kedah Malaysia untuk memperdalam kajian keilmuannya kepada Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan pendiri Madrasah Irsyadiah.

Selain Abu Lam U, di Madrasah tersebut juga belajar beberapa pelajar lain yang semuanya menjadi ulama dan tokoh berpengaruh di wilayahnya masing-masing seperti: Abu Kruengkalee, Abu Indrapuri, Abu Lambhuk, Teungku Syekh Saman Siron, Abu Muhammad Ali Lampisang dan Abu Syech Mud Blangpidie, semuanya adalah ulama-ulama Lulusan Yan Keudah Malaysia. Di Madrasah Irsyadiah Yan Kedah yang dipimpin oleh Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan yang dibantu oleh guru yang lain Teungku Chik Umar Diyan, sedangkan pelajar yang lama mengabdi Diyan bahkan menikah dengan gadis Yan Malaysia adalah Abu Muhammad Shaleh Lambhuk. Adapun para pelajar yang lain, umumnya melanjutkan ke Mekkah atau langsung pulang ke Aceh dan mendirikan dayah di tempat masing-masing.

Setelah beberapa tahun belajar di Yan Kedah, Abu Lam U kemudian pulang kampung dan menghidupkan kembali Dayah yang telah dibangun oleh ayahnya. Sehingga masyarakat sekitar menyebut Teungku Abdullah Umar dengan Abu Lam U karena mengingat sisi pengabdiannya di Desa Lam U. Selain sebagai ulama yang memimpin Dayah, Abu Lam U juga seorang ulama yang konsisten mendidik masyarakat dengan berbagai metode diantaranya dengan “meusifeut”.

Metode meusifeut adalah pendekatan kesenian untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dalam ucapan yang dibaca ketika meusifeut. Bahan-bahan meusifeut beliau tulis dalam beberapa kitab yang beliau karang yaitu Munjiyatul Anam, Mursyidul Anam dan Sejarah Nabi Muhammad. Walaupun kitab yang paling masyhur yang beliau tulis dan banyak tersebar di masyarakat Aceh Besar secara khusus adalah Kitab Munjiyatul Anam artinya penyelamat manusia. 

Meskipun kitab ini ringkas, namun di dalamnya mencakup berbagai keilmuan Islam seperti Tauhid, Sejarah, Fikih dan akhlak tasauf. Dalam bidang Tauhid beliau mengikuti Tauhid Imam Abu Hasan Asy’ari seperti yang tertuang dalam kitab kitab tauhid yang beredar seperti Kifayatul Awam, Ummul Barahin dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang tasauf beliau memiliki pandangan yang sama dengan Imam al Ghazali dengan Kitab Ihya Ulumuddin dan Syekh Abdussamad al-Palimbani dengan Sirus Salikin dan Hidayatussalikin. 

Pendekatan santun yang dilakukan oleh Abu Lam U dengan metode dakwahnya telah mampu memikat masyarakat Abu Lam U secara khusus dan Aceh Besar secara menyeluruh. Karena itu, beliau pernah diangkat oleh Panglima Sagi wilayah XXII Panglima Polem Muhammad Daud, untuk menjadi Qadhi di wilayah sagi XXII. Untuk mematangkan karier keilmuannya, pada tahun 1924 beliau melaksanakan ibadah haji dan belajar selama enam bulan di Mekkah. 

Pada rentang tahun 1924 di antara ulama Mekkah berpengaruh adalah Syekh Ali bin Husein al-Maliki, Syekh Hamdan al Mahrusi, Syekh Muhammad Hasan al Masyath dan para ulama lain.

Abu Lam U juga ulama yang diundang untuk menyaksikan peletakan batu pertama pendirian kampus di Kopelma Darussalam pada tahun 1958. Setelah kiprah yang besar untuk masyarakat Lam U dan sekitarnya, wafatlah beliau di tahun 1967 dalam usia 78 tahun. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penulis

Abu Hasballah Indrapuri; Ulama Ahli Al-Qur’an dan Pendiri Madrasah Hasbiyah Indrapuri.