Abu Muhammad Ali Lampisang; Ulama Kharismatik Aceh dan Guru Utama Syekh Muda Waly.
Nama
beliau sering disebutkan bergandengan dengan nama Abu Kruengkalee, Abu Syekh
Mud Blangpidie, Abu Indrapuri, sebagai guru dari Abuya Syekh Muda Waly. Nama
asli beliau adalah Teungku Muhammad Ali yang berasal dari Siem Aceh Besar.
Namun karena lama belajar di Lampisang, sehingga dilekatkan dengan namanya
Teungku Muhammad Ali Lampisang. Beliau lahir di Siem pada tahun 1894, dan
ibunya adik kakak dengan ibu dari Abu Hasan Kruengkalee.
Melihat
dari tahun kelahiran Abu Muhammad Ali Lampisang, beliau lebih muda dari Abu
Kruengkalee yang lahir tahun 1886 dan lebih tua dari Abu Syekh Mud yang lahir
1889. Namun, ketiga ulama tersebut hampir memiliki kesamaan dalam prinsip dan
cara mengajarkan ilmu keislaman. Bahkan Abu Kruengkalee yang merekomendasikan
Abu Ali Lampisang dan Abu Syekh Mud untuk dikirim ke Aceh Selatan, menjadi
ulama yang mengayomi pemahaman keagamaan masyarakat di Labuhan Haji Aceh
Selatan dan Blangpidie Abdya, karena dahulunya Blangpidie merupakan pemecahan
wilayah setelah pemekaran Aceh Selatan dan Abdya.
Mengawali
masa belajarnya, Abu Muhammad Ali belajar di Kemukiman Siem tepatnya di Dayah
Teungku Chik Keubok yang dipimpin oleh Teungku Musannif, dan di dayah ini pula
Abu Kruengkalee belajar. Selain itu di Siem juga ada Dayah Meunasah Blang yang
juga dipimpin masih oleh pamannya Abu Muhammad Ali dan Abu Kruengkalee. Setelah
memiliki ilmu-ilmu dasar keislaman dan menguasai kitab-kitab pertengahan,
beliau kemudian belajar ke Lampisang, belajar kepada Teungku Chik Muhammad Said
anak dari Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, ulama dan Teungku Chik di Dayah
Tanoh Abee.
Tidak
diketahui berapa lama beliau di Lampisang, sehingga beliau kemudian dikenal
dengan Teungku di Lampisang. Walaupun telah menjadi seorang alim yang
diperhitungkan, Teungku Muhammad Ali Lampisang kemudian melanjutkan pengajian
tingkat tingginya ke Negeri Jiran Malaysia, tepatnya di Yan Kedah. Di sana
beliau belajar kepada para ulama yang hijrah dalam perang Aceh yaitu Teungku
Chik Muhammad Arsyad di Yan, Teungku Chik Oemar Diyan dan Teungku Muhammad
Saleh yang dikenal dengan Abu Lambhuk. Di Yan Kedah, Abu Muhammad Ali Lampisang
mematangkan karier keilmuannya, sehingga menjadi ulama yang mendalam ilmunya.
Beliau adalah kakak kelas dari ulama besar Lhoknga Abu Syekh Mud yang belajar
di Yan rentang waktu 1920-1926.
Setelah
menyelesaikan pendidikan di Yan Kedah, Abu Lampisang kemudian pulang dan
mengabdikan ilmunya di daerah Kruengkalee, Siem, dan menjadi guru di beberapa
dayah yang ada di Kemukiman Siem Aceh Besar. Bahkan, disebutkan Abu Lampisang
adalah tangan kanan Abu Kruengkalee dalam mengajarkan di Dayah Manyang
Kruengkalee. Tepatnya tahun 1921, Abu Lampisang diutus ke Labuhan Haji Aceh
Selatan atas rekomendasi ulama bangsawan Tuwanku Raja Keumala, sepengetahuan Abu
Hasan Kruengkalee.
Sesampainya
di Labuhan Haji, beliau kemudian membuka lembaga pendidikan yang dikenal dengan
Jam'iyyah Khairiyah. Dalam rentang kepemimpinan beliau di Dayah te tersebut
1921-1930, banyak berdatangan para santri yang belajar kepada beliau dan
umumnya mereka menjadi ulama kharismatik Aceh seperti Abuya Syekh Muda Waly
al-Khalidy, Abu Adnan Mahmud Bakongan dan Syekh Bilal Yatim Suak. Bahkan, Abuya
Syekh Muda Waly belajar secara mendalam kepada beliau, sehingga fase berikutnya
belajar pula kepada Abu Syekh Mud Blangpidie di Dayah Bustanul Huda. Karena
Dayah Bustanul Huda di bangun pada tahun 1928. Setelah selesainya belajar Abu
Syekh Mud di Yan Keudah, diminta oleh Teuku Sabi Uleebalang Kuta Bate
Blangpidie untuk menjadi ulama di Blangpidie setelah Pemberontakan Teungku
Peukan Blangpidie terhadap Belanda, untuk menggantikan posisi Teungku Yunus
Lhoong dengan Dayahnya Jami'ah Islamiyah.
Pada
tahun 1930 Jam'iyah Khairiah Abu Lampisang ditutup dan beliau pun kembali ke
Siem Aceh Besar. Tidak diketahui alasan yang pasti, namun disebutkan bahwa
ditutupnya Dayah tersebut karena kekhawatiran Belanda terhadap semangat jihad
para pejuang yang banyak bertebaran di Aceh Selatan seperti Teuku Raja Angkasah
dan Teuku Cut Ali.
Sekembalinya
ke Siem, Abu Lampisang tetap dengan aktivitas beliau sebagai ulama yang
mengayomi ummat dan aktif mengajar di berbagai tempat. Disebutkan, beliau
adalah seorang ulama yang tawadhu', rendah hati dan bersahaja dalam hidupnya.
Setelah pengabdian yang tulus dan panjang, wafatlah ulama kharismatik ini di
tahun 1960.
Komentar
Posting Komentar