Tuwanku Raja Keumala; Ulama Pejuang dari Keturunan Bangsawan Aceh.
Beliau
merupakan ulama Aceh dari keturunan Bangsawan yang dekat dengan para ulama
Aceh. Tuwanku Raja Keumala lahir di Keumala Pidie pada tahun 1877 ketika Aceh
sedang berkecamuk peperangan. Ayahnya Tuwanku Hasyim Bangta Muda seorang
mangkubumi yang meneruskan kepemimpinan kesultanan Aceh setelah ditawannya para
sultan. Walaupun hidup Tuwanku Raja Keumala dalam masa perang Aceh, dan bahaya
yang selalu mengintainya, namun tidak mengurangi semangat beliau untuk terus
belajar dan mendalami agama.
Beliau disebutkan
berguru kepada salah seorang ulama Arab yang bernama Syekh Dorab yang ditunjuk
langsung oleh ayahnya untuk mengajar Tuwanku Raja Keumala. Selain kepada Syekh
Dorab, Tuwanku Raja Keumala juga banyak belajar dari para Teungku Chik seperti
Teungku Chik Pantee Geulima, Teungku Chik Cot Pling dan banyak para ulama besar
lainnya, sehingga mengantarkan Tuwanku Raja Keumala menjadi seorang yang alim.
Setelah
ditaklukan Kuta Raja, maka kesultanan Aceh berpindah ke daerah Keumala Dalam,
dan kesultanan Aceh yang berpusat di Keumala Dalam pun semakin terjepit.
Sehingga Tuwanku Raja Keumala dan ibunya serta isteri para pemimpin lain harus
hidup berpindah pindah dan bergerilya agar tidak di tangkap Belanda. Walaupun
demikian, semangat Tuwanku Raja Keumala tidak pernah melemah dalam memperdalam
ilmunya. Beliau masih belajar kepada Teungku Chik Pantee Geulima bersama
sahabatnya Teungku Ismail yang kemudian dikenal dengan Teungku Chik Empeu Awee
pimpinan dayah Indrapuri pertama sebelum dilanjutkan oleh Teungku Haji Ahmad
Hasballah Indrapuri.
Teungku Chik
Pantee Geulima ini disebutkan merupakan guru dari Abu Hasballah Meunasah
Kumbang kakek dari Teungku Ahmad Dewi. Maka tidak mengherankan karena kecintaan
Tuwanku Raja Keumala kepada ilmu agama, telah mengantarkan beliau menjadi
seorang ulama besar Aceh yang berasal dari keturunan bangsawan. Pada tahun 1904
berangkatlah beliau ke Mekkah dalam usia 26 tahun untuk memperdalam ilmunya dan
belajar pada ulama Mekkah.
Pada periode
ini dapat disebutkan bahwa para ulama yang paling berpengaruh dari Nusantara
adalah Syekh Ahmad Khatib Minangkabau karena Syekh Ahmad Khatib wafat di tahun
1916 dan kemungkinan besar beliau seperguruan dengan Syekh Hasan Maksum Medan.
Adapun Syekh Nawawi al-Bantani telah lebih dahulu wafat di tahun 1897 dan Syekh
Sayyid Bakri Syatta telah juga wafat di tahun 1892, Syekh Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan wafat di tahun 1886.
Lebih kurang
selama empat tahun Tuwanku Raja Keumala berada di Mekkah berguru kepada banyak
para ulama Mekkah. Ketika berangkat ke Mekkah beliau memang sudah alim, belajar
dari para teungku chik, dan setelah belajar dengan sungguh-sungguh dengan
segenap pemahaman tentu telah mengantarkan Tuwanku Raja Keumala menjadi seorang
Teungku Chik yang bangsawan. Tahun 1908 beliau pulang ke Aceh, setahun
berikutnya para ulama Aceh seperti Teungku Hasan Kruengkalee dari Yan Keudah
berangkat ke Mekkah tahun 1909. Adapun yang paling lama di Mekkah disebutkan
ialah Abu Indrapuri selain dari ulama lain Teungku Haji Usman Maqam Gandapura
yang menetap belasan tahun.
Sepulangnya
dari Mekkah Tuwanku Raja Keumala mulai menfokuskan perjuangannya dalam bidang
ilmu pengetahuan. Bila di usianya 21 dahulu Tuwanku Raja Keumala lebih banyak
berjuang melalui senjata, maka pada tahun 1908 mulailah beliau berjihad dengan
memajukan pendidikan terutama pendidikan agama yang menjadi keahliannya. Atas
seruan Tuwanku Raja Keumala, mulailah para ulama Aceh mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan dan menghidupkan kembali syiar-syiar keagamaan yang
selama ini terbengkalai karena keadaan peperangan. Pada tahun 19016 berdirilah
Dayah Abu Kruengkale, dua tahun berikutnya berdiri pula Dayah Lambhuk.
Umumnya dayah
di Aceh semakin semarak berkembang setelah tahun 1920, ditandai dengan
berdirinya Dayah Hasbiyah Indrapuri di tahun 1922, dimana dijemput pulang
Teungku Haji Ahmad Hasballah dari Yan Keudah Malaysia, di Aceh Selatan tepatnya
Labuhan Haji juga berdiri Dayah Madrasah al-Khairiyah yang dibangun oleh Abu
Ali Lampisang adek sepupu Abu Kruengkalee yang juga merupakan guru utama dari
Teungku Syekh Muda Waly. Demikian pula di Blang Pidie berdiri Jam’yatul
Muslimin yang dipimpin oleh Teungku Yunus Lhoong yang kemudian di tahu 1928
dilanjutkan kepemimpinan dengan mengubah dayah tersebut menjadi Bustanul Huda
Blangpidie. Demikian pula berdiri banyak dayah lainnya di Kenaloi, Piyeung,
Titeu, Tanjongan, Samalanga, Cot Kuta dan dayah lainnya. Dan hampir semua ulama
yang dikirim ke daerah-daerah atas rekomendasi Tuwanku Raja Keumala dan
prasaran dari Abu Kruengkalee.
Selain memberi
perhatian penuh dalam dunia pendidikan, Tuwanku Raja Keumala juga seorang
sastrawan yang hebat. Banyak sekali karya tulis beliau dalam bentuk gubahan
sastra Aceh yang merupakan saduran dari berbagai karya para ulama Arab seperti
karya Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Marzuk, Syekh Nawawi
al-Bantani, al Habib Salim al-Hadhrami Yaman dan karya para ulama lainnya.
Dapat dipastikan bahwasanya Tuanku Raja Keumala merupakan Teungku Chik yang
selain memiliki semangat perjuangan yang tinggi dan kepedulian yang besar terhadap
Aceh, beliau juga mencintai ilmu pengetahuan agama dengan segenap jiwa dan
raganya, dan segenap kemampuan yang ia miliki. Bahkan ada karya tulis beliau
yang sedang ditulis namun ajal telah mendahului Teungku Chik tersebut.
Semua ulama
Aceh menaruh hormat dan kagum atas kiprah Tuwanku Raja Keumala. Beliau dekat
dengan para pemimpin-pemimpin Aceh, namun dalam waktu yang sama beliau juga
tidak jauh dari para ulama, bahkan beliaulah bangsawannya ulama atau ulama yang
berdarah bangsawan. Beliau pernah berguru dari banyak para teungku chik dalam
masa peperangan, berhasil ke Mekkah berguru dengan para masyayikh yang ada di
Mekkah, dan berteman dengan ulama besar seperti Teungku Chik Empee Awee, Abu
Hasan Kruengkalee, Abu Indrapuri, dan para ulama Aceh lainnya. beliau juga
menulis banyak karya yang bermanfaat bagi ummat dan torehan itu akan dikenang
sepanjang masa. Setelah pengabdian yang luar biasa bagi masyarakat Aceh maka
wafatlah ulama besar bangsawan tersebut di tahun 1930 dalam usia muda 52 tahun.
Komentar
Posting Komentar