Foto saya
Dr. Nurkhalis Mukhtar, LC., MA
Banda Aceh, Aceh
Ketua STAI Al-Washliyah Banda Aceh - Penulis Buku MEMBUMIKAN FATWA ULAMA

Abu Ujong Rimba; Ketua MUI Aceh Pertama dan Pemurni Ajaran Tasauf.

 


Beliau adalah ulama yang paling lama menjadi ketua MUI Aceh. MUI atau MPU Aceh adalah sebuah lembaga terhormat dan berpengaruh mengawal pemahaman keagamaan di Aceh. Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba lahir di Desa Ujong Rimba Pidie sekitar tahun 1900. Beliau juga anak Teungku Haji Hasyim yang merupakan salah satu Qadhi Ulee Balang Peusangan. Memulai perjalanan keilmuannya Teungku Abdullah Ujong Rimba belajar langsung kepada ayahnya yang juga seorang Teungku dan tokoh masyarakat sambil bersekolah dasar atau sekolah Volkschool yang masyhur pada zaman Belanda.


Selanjutnya atas keinginannya sendiri beliau mulai belajar di Dayah Ie Leubeue yang dipimpin oleh Teungku Ali, seorang ulama dan pimpinan dayah di Meunasah Blang, Pidie. Kata Ie Leubeue mengingatkan kita pada seorang ulama besar Aceh yang hijrah ke Yan Keudah Malaysia yang merupakan guru dari banyak ulama Aceh termasuk Abu Kruengkalee ialah Teungku Chik Muhammad Arsyad Di Yan yang dikenal dengan Teungku Chik Di Yan yang juga teman dari Teungku Chik Oemar Diyan ayahnya Abu Indrapuri dan Abu Lam U.


Setelah lima tahun Teungku Abdullah Ujong Rimba belajar di Dayah Ie Leubeue dan beliau menguasai ilmu-ilmu keislaman dengan baik, kemudian beliau berangkat ke Lamsie Aceh Besar untuk belajar di sebuah dayah yang dipimpin oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Daudsyah. Di dayah ini Teungku Abdullah Ujong Rimba mempelajari hampir seluruh cabang keilmuan Islam seperti tafsir, hadits, fiqih, dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf. Sekitar tiga tahun beliau berada di dayah ini, kemudian beliau melanjutkan ke Siem di Dayah yang dipimpin oleh Abu Kruengkalee. Di Dayah Abu Kruengkalee telah nampak keulamaan Teungku Ujong Rimba, sehingga beliau kemudian melanjutkan belajarnya ke Kota Mekkah yang merupakan pusat keilmuan dunia Islam pada masa itu.


Pada era tiga puluhan dan empat puluhan, di kota Mekkah masih banyak para ulama dan ilmuan Islam berpengaruh seperti: Syekh Habibullah Syinqiti, Syekh Muhammad Arabi Tabani, Syekh Hamdan al-Mahrusi, Syekh Muhammad Hasan Masyat, Syekh Yahya Aman, Syekh Rahmatullah Hindi dan banyak ulama lainnya. Ketika tiba di Mekkah, sudah ada ulama Aceh yang lebih dahulu dari beliau, berasal dari Tanjungan Samalanga anak dari Abu Idris Tanjungan gurunya Abu Cot Kuta yaitu Teungku Haji Abdul Hamid atau Ayah Hamid yang mengamankan diri ke Mekkah karena akan ditangkap Belanda, disebabkan keaktifan Ayah Hamid dalam organisasi pergerakan yang dinilai berbahaya oleh Belanda.


Teungku Abdullah Ujong Rimba hanya dua tahun menetap di Mekkah, karena pada dasarnya beliau sudah menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Di Mekkah beliaupun banyak belajar dan bertukar pikiran dengan Teungku Abdul Hamid Tanjungan terutama mengenai pembaharuan pendidikan dan keadaan pergerakan untuk kemerdekaan. Tidak lama kemudian, pulanglah Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba ke Aceh, dan mulailah berkiprah sebagai seorang ulama dan tokoh yang mengayomi masyarakat. Beliau dan Teungku Muhammad Daud Bereueh membangun sebuah lembaga pendidikan yang dinamakan dengan Sa’adah Abadiyah.


Pesantren dengan pola pembaharuan baik dari materi pembahasan maupun pola mengajarnya yang berbeda, bahkan banyak para pengajarnya yang berasal dari luar Aceh seperti berasal dari Padang Sumatera Barat. Sebagai seorang yang berteman dengan Teungku Muhammad Daud Bereueh, beliau pernah juga terlibat dalam DII TII selama dua tahun, yang kemudian beliau memutuskan keluar dan tidak mengikuti gerakan tersebut setelah mempertimbangkan banyak hal. Apalagi ulama seperti Abu Kruengkale, Abuya Muda Waly, Abu Cot Kuta dan ulama lainnya tidak sependapat dengan gerakan tersebut.


Sebagai seorang ulama dan pengayom masyarakat, Abu Abdullah Ujong Rimba menduduki banyak jabatan penting di Aceh, beliau pernah menjadi anggota DPA pusat, DPR Aceh sekali dengan Abuya Muhibbuddin Waly, dan pernah pula menjadi kepala mahkamah keagamaan pada masa Jepang. Sedangkan paling lama berkiprah Abu Ujong Rimba ialah di MUI Aceh atau sekarang dikenal dengan MPU Aceh.


Terhitung mulai tahun 1965 sampai menjelang beberapa bulan sebelum wafatnya beliau di tahun 1982, Abu Ujong Rimba masih dipercaya untuk mengayomi masyarakat dengan fatwa-fatwa keagamaan yang bertanggungjawab dan beliau merupakan Ketua MUI/MPU Aceh pertama. Setelah beliau, yang menjadi Ketua MUI Aceh adalah Prof Haji Ali Hasjmi yang juga pernah menjadi Rektor IAIN Arraniry, lulusan Sumatra Thawalib Padang Panjang murid dari Syekh Angku Mudo Abdul Hamid Hakim pengarang Kitab Mabadi Awaliyah, murid dari Syekh Haji Karim Amrullah, ayah dari Buya Hamka sang pengarang terkenal.


Abu Ujong Rimba juga seorang penulis yang telah menghasilkan beberapa karyanya dalam bidang Tasauf dan pemurniannya. Teungku Abdullah Ujong Rimba yang telah menulis beberapa buku untuk memurnikan ajaran tasawuf dari pemahaman tasawuf yang melenceng seperti 'salek buta'. Menurut beliau ada titik persamaan antara tasawuf yang berkembang pada abad 20 dengan tasawuf yang berkembang pada abad 16-17. Sebagaimana telah diketahui bahwa pada era Teungku Abdullah Ujong Rimba muncul beberapa aliran tasawuf yang menurutnya telah menyimpang dari aliran tasawuf sebenarnya.


Munculnya aliran salik buta yang dipelopori oleh Tgk. Ibrahim Julok Idi Cut Aceh Timur, Tgk. Peunadok dan Tgk. Teureubue ‘Id di Teupin Raya Pidie. Ajaran yang dikembangkan oleh tiga tokoh tersebut diasumsikan sebagai ajaran yang dibentuk dan diturunkan dari paham wahdat al-wujud, sehingga disebut dengan ajaran salik buta. Oleh karena itu, paham tersebut mendapat kritikan dari beliau. Di antara buku-buku pemurnian Tasauf dan Tarekat yang disusun Teungku Abdullah Ujong Rimba adalah; Pedoman Penolak Salik Buta, Ilmu Tarekat dan Hakikat, Hakikat Islam.


Konsep tasawuf Tgk. Ujong Rimba tidak jauh berbeda dari tasawuf Imam al-Ghazali dan Imam al-Qusyairi yang lebih mengarah ke tasawuf akhlaki dan sunni. Beliau juga membagi tarekat ke dalam tiga kelompok; Nabawiyah, Salafiyah, Sufiyah. Dua yang pertama sesuai syariat sedangkan tarekat Sufiyah menurutnya sesat menyesatkan. Dalam penilaian ini beliau condong mengikut pendapat Syekh Nuruddin al-Raniry. Teungku Abdullah Ujong Rimba mengkritik ajaran tasawuf, terutama kritik terhadap kaum wujudiyah dan 'salek buta' yang berkembang pada abad 16-17 dan pada abad 20.


Ajaran wahdat wujud ini berasal dari pemikiran tasawuf falsafi. Sedangkan pemikiran tasawuf pada abad ke-20 yang disebut dengan salik buta dianalisa memiliki kemiripan dengan ajaran wujudiyah yang terdapat pada abad 16-17. Teungku Abdullah Ujong Rimba mengkritik secara tajam pemahaman salek buta baik itu dari asal-muasal ajaran salek buta, kritik terhadap amalan salek buta, simbolisme huruf, syair-syair dan pemakaiannya, kritik terhadap martabat tujuh, kritik terakhir menyangkut hubungan syariat dengan tasauf.


Umumnya kalangan salek buta sangat tidak memperhatikan rambu-rambu syari’at karena dalam persepsi mereka hakikat adalah segala-galanya. Sedangkan Teungku Abdullah Ujong Rimba menjelaskan bahwa syariat tidak bisa dipisahkan dari hakikat, dan makrifat. Jadi tasauf tidak dianggap benar apabila ia terlepas dari aturan syariat yang benar. Beliau sangat keras mengkritik kaum salek buta bahkan menganggap mereka sesat. Dengan kiprahnya yang begitu luas ia dapat dimasukkan dalam golongan ulama pemurni tauhid dan tasawuf, dan seorang pendidik pada masanya.


Implikasi dari usaha tersebut ditemukan bahwa di daerahnya (baca: Pidie) salek buta telah mengalami penurunan jumlahnya secara drastis. Sedangkan beberapa daerah lainnya tidak begitu mendapat apresiasi dan pengaruh yang besar, bahkan tarekat Naqsyabandiyah setelah dianalisa tidak dapat digolongkan dalam aliran sesat menyesatkan. Demikianlah sekilas cuplikan pemikiran Abu Ujong Rimba. Setelah kontribusi yang besar terhadap masyarakat Aceh secara umum, maka wafatlah beliau di tahun 1982. Dan sebagai penghargaan atas jasanya untuk MPU Aceh, maka aula pertemuan ulama di MPU Aceh dinamakan dengan Aula Abu Ujong Rimba.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Penulis

Abu Hasballah Indrapuri; Ulama Ahli Al-Qur’an dan Pendiri Madrasah Hasbiyah Indrapuri.