Syekh Hanafiyah Abbas; Pemuka Ulama Samalanga, Lulusan Mekkah.
Teungku Syekh
Hanafiyah Abbas atau dikenal dengan sebutan Teungku Abi adalah seorang ulama
yang lahir segenerasi dengan Abu Ali Lampisang, Abu Kruengkalee, Abu Meunasah
Kumbang dan Abu Cot Kuta. Beliau berasal dari keluarga terhormat, dan termasuk
keturunan para ulama yang datang ke Samalanga untuk menyebarkan dakwah.
Disebutkan bahwa asal muasal keturunan Syekh Hanafiyah Abbas berasal dari Arab,
namun silsilah tersebut tidak diberi perhatian khusus, sehingga jalur ke kakek
beliau tidak diketahui dengan pasti.
Namun yang pasti bahwa
kehadiran Syekh Hanafiyah Abbas memiliki arti yang sangat penting bagi
masyarakat Samalanga secara khusus, mengingat banyak para ulama generasi
berikutnya termasuk Abu Abdul Aziz Samalanga atau Abon Samalanga adalah murid
dan menantunya. Karena Abon Samalanga merupakan salah satu ulama yang banyak
mengkader para ulama pada masa berikutnya. Di antara murid-murid Abon Samalanga
adalah Abu Ibrahim Lamno, Abu Kasim Tb, Abon Darussalamah, Abu Kuta Krueng, Abu
Daud Lhueng Angen, Abon Kota Fajar, Abu Panton, Abu Mudi Samalanga dan para
ulama lainnya yang umumnya kharismatik dan dikenal di Aceh. Sanad keilmuan Abon
Samalanga selain dari Abuya Syekh Muda Waly, juga dari guru dan mertuanya Syekh
Hanafiyah Abbas atau Teungku Abi.
Syekh Hanafiyah Abbas
semenjak kecil memiliki bakat dan kesungguhan dalam belajar sehingga
mengantarkan beliau menjadi seorang yang alim dan diambil sebagai menantu oleh
ulama terpandang Tanjungan Samalanga yaitu Abu Idris Tanjungan yang merupakan
guru dari banyak ulama Aceh. Abu Idris Tanjungan disebutkan oleh Prof Ali
Hasjmi pernah menetap dan belajar di Mekkah selama sebelas tahun. Di antara
murid-muridnya yang menjadi ulama adalah Teungku Syihabuddin Idris, Teungku
Haji Hanafiyah Abbas, Teungku Haji Abdul Hamid Idris, Teungku Abu Bakar Cot
Kuta, Teungku Muhammad Hasbi Siddiqie dan para ulama lainnya. Adapun Teungku
Abu Bakar Cot Kuta adalah murid terakhir yang beliau didik pada akhir tahun dua
puluhan, setelahnya beliau wafat.
Sebelum belajar kepada
Abu Idris Tanjungan, Syekh Hanafiyah Abbas belajar kepada salah seorang ulama
yang disebut dengan Teungku Chik Di Pasi. Kepada Teungku Chik Di Pasi beliau
melewati masa pembelajaran Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, sedangkan pada level
Aliyah dan pendalaman beliau belajar kepada Abu Idris Tanjungan, Pimpinan Dayah
Tanjungan Samalanga. Karena tertarik dengan sikap dan keluhuran budi yang
melekat pada diri Teungku Hanafiyah Abbas, maka beliau dinikahkan dengan anak
perempuan Abu Idris Tanjungan yang bernama Juwairiah.
Setelah menikah dengan
anak gurunya, Teungku Hanafiyah kemudian menetap dan membantu mengajar di Dayah
tersebut. Disebutkan ketika Syekh Hanafiyah Abbas sedang membaca sebuah kitab
dan menjelaskannya kepada murid-murid, ada bacaan yang meleset dari maksud
pengarang kitab, sehingga ibu mertuanya yang juga ulama bernama Ummi Fatimah,
isteri Abu Idris Tanjungan meluruskan bacaan dengan membaca bait dari Matan
Alfiyah. 'Teguran' tersebut memantik semangat Syekh Hanafiyah Abbas untuk
belajar ke Mekkah, sebagaimana kisah ini terdapat dalam beberapa tulisan yang
beredar bermuara dari tulisan Tgk H Muhammad Iqbal salah satu santri senior
Dayah Mudi Mesra Samalanga.
Berangkatlah Syekh
Hanafiyah Abbas ke Mekkah dengan tekad ingin memperdalam ilmunya kepada para
ulama di Kota Mekkah. Di Mekkah para ulama Aceh yang segenerasi dengan beliau
dan pernah belajar di Mekkah adalah Teungku Syekh Muhammad Hasan Kruengkalee,
Tuwanku Raja Keumala, Teungku Chik Lamjabat, Teungku Chik Lambirah, Teungku
Fakinah, Teungku Syekh Hasballah Indrapuri, Teungku Syekh Usman Maqam dan para
ulama lainnya. Dan kemungkinan Syekh Hanafiyah Abbas ke Mekkah pada era
ulama-ulama Aceh tersebut.
Sedangkan para ulama
Mekkah yang masyhur pada masa itu sebagai pengajar di Mesjidil Haram adalah:
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Ali bin Husein al-Maliki, Syekh Hasan
Muhammad al Masyath, Syekh Said al Yamani, Syekh Umar Hamdan al-Mahrusi, Syekh
Sayyid Alawi bin Sayyid Abbas al Maliki, Syekh Sayyid Ahmad bin Sayyid Bakhri
Syatta ad-Dimyathi dan para ulama lainnya.
Adapun ulama-ulama
besar lainnya yang pernah masyhur di Nusantara, umumnya mereka telah lebih
dahulu wafat seperti Syekh Sayyid Zaini Dahlan yang merupakan punca sanad ulama
nusantara wafat tahun 1886, Syekh Nawawi al Bantani ulama besar nusantara wafat
tahun 1897 dan Syekh Sayyid Bakhri Syatta Pengarang Kitab I'anatuththalibin
wafat sekitar tahun 1894, adapun Syekh Ahmad Khatib wafat pada tahun 1916.
Setelah belajar
beberapa tahun di Mekkah kepada para ulama tersohor Kota Mekkah, telah
mengantarkan Syekh Haji Hanafiyah Abbas menjadi seorang alim besar yang
berpengaruh. Sehingga kepulangan beliau kembali ke Samalanga, memiliki arti
penting dalam melanjutkan estafet kepemimpinan dayah. Dayah tersebut juga
sebagai dayah yang telah ada semenjak Sultan Iskandar Muda yang memimpin Aceh
sekitar tahun 1609-1637. Dayah tersebut telah dipimpin dari generasi ke
generasi hingga pada masa kepemimpinan Teungku Syihabuddin Idris pada tahun
1927-1935. Setelah wafatnya Teungku Syihabuddin menurut satu pandangan, Dayah
Samalanga dilanjutkan oleh Syekh Hanafiyah Abbas. Terhitung mulai tahun 1935
hingga wafatnya sang ulama pada tahun 1964, beliau telah mengemban amanah
kepemimpinan dayah dengan segenap pengabdian dan ketulusan.
Setelah era
kepemimpinan Syekh Hanafiyah Abbas, dayah kemudian dipimpin oleh murid dan
menantunya yang baru menyelesaikan pendidikan di Bustanul Muhaqiqin Darussalam
Labuhan Haji dibawah asuhan Abuya Syekh Muda Waly. Terhitung tahun 1958, Syekh
Abdul Aziz Samalanga atau dikenal Abon Samalanga terus berkiprah dan menyerukan
semboyan 'beut semeubet, belajar mengajar' hingga beliau wafat pada tahun 1989.
Pada masa Abon Samalanga, banyak santri yang dididik beliau menjadi para ulama
dan tokoh masyarakat setelahnya. Setelah era Abon Samalanga, Dayah Mudi Mesra dipimpin
oleh ulama kharismatik Aceh Abu Syekh Hasanoel Basri HG atau yang dikenal
dengan Abu Mudi Samalanga. Pelan namun pasti, Dayah Mudi menjadi salah satu
dayah yang diperhitungkan di Aceh.
Selain sebagai ulama yang banyak mengkader
para ulama, Syekh Hanafiyah Abbas juga menjadi panutan masyarakat Samalanga
terutama pada sikap, kepribadian dan kehidupan sehari-hari. Beliau adalah
tempat masyarakat meminta fatwa keagamaan, nasehat-nasehat, petuah dan hal
lainnya. Beliau sosok yang sarat dengan keteladanan. Menyayangi murid-muridnya,
mencintai dan menghormati orang-orang alim, serta zuhud dalam hidupnya. Setelah
kiprah yang besar dan luas untuk masyarakat Samalanga dan sekitarnya, wafatlah
ulama besar tersebut di tahun 1964 dalam usia sekitar 72 tahun.
Komentar
Posting Komentar