Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021
Foto saya
Dr. Nurkhalis Mukhtar, LC., MA
Banda Aceh, Aceh
Ketua STAI Al-Washliyah Banda Aceh - Penulis Buku MEMBUMIKAN FATWA ULAMA

Abu Ujong Rimba; Ketua MUI Aceh Pertama dan Pemurni Ajaran Tasauf.

Gambar
  Beliau adalah ulama yang paling lama menjadi ketua MUI Aceh. MUI atau MPU Aceh adalah sebuah lembaga terhormat dan berpengaruh mengawal pemahaman keagamaan di Aceh. Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba lahir di Desa Ujong Rimba Pidie sekitar tahun 1900. Beliau juga anak Teungku Haji Hasyim yang merupakan salah satu Qadhi Ulee Balang Peusangan. Memulai perjalanan keilmuannya Teungku Abdullah Ujong Rimba belajar langsung kepada ayahnya yang juga seorang Teungku dan tokoh masyarakat sambil bersekolah dasar atau sekolah Volkschool yang masyhur pada zaman Belanda. Selanjutnya atas keinginannya sendiri beliau mulai belajar di Dayah Ie Leubeue yang dipimpin oleh Teungku Ali, seorang ulama dan pimpinan dayah di Meunasah Blang, Pidie. Kata Ie Leubeue mengingatkan kita pada seorang ulama besar Aceh yang hijrah ke Yan Keudah Malaysia yang merupakan guru dari banyak ulama Aceh termasuk Abu Kruengkalee ialah Teungku Chik Muhammad Arsyad Di Yan yang dikenal dengan Teungku Chik Di Yan yang juga te

Teungku Haji Abdul Hamid Samalanga; Ulama dan Pembaharu Pendidikan Aceh.

Gambar
  Beliau lahir di Jeunieb tahun 1902, ayah dan ibunya adalah ulama di wilayah Tanjungan Samalanga, sehingga beliau sering disebut dengan Teungku Abdul Hamid Samalanga dan setelah luas pengaruhnya disebut dengan Ayah Hamid Samalanga atau Syekh Abdul Hamid Samalanga. Teungku Abdul Hamid semenjak kecil belajar langsung kepada ayahnya yang juga merupakan ulama besar pada masanya. Abu Idris Tanjungan ayah Teungku Abdul Hamid merupakan ulama dan pimpinan dayah yang kharismatik yang banyak mendidik santrinya menjadi ulama. Di antara murid-murid Abu Idris Tanjungan yang dikenal publik adalah Teungku Syekh Syihabuddin Idris, Teungku Syekh Hanafiyah Abbas, Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, Teungku Abu Bakar Cot Kuta atau dikenal dengan Abu Cot Kuta. Sambil belajar kepada ayahnya, Teungku Abdul Hamid juga bersekolah di Sekolah Umum yang ada ketika itu, sampai beliau menyelesaikan Sekolah Aliyah pada Sekolah Guru Bantu. Karena cerdas dan terang hatinya, pada tahun 1921 dalam usia 19 tahun be

Teungku Meunasah Meucap; Ulama, Pecinta Ilmu, dan Pendiri Madrasah Al-Muslim Peusangan.

Gambar
  Beliau berasal dari keturunan teungku dan pengawal agama masyarakat. Ayahnya Teungku Muhammad Hanafiyah adalah seorang teungku bagi masyarakat di desanya Meunasah Meucap Peusangan Bieruen. Adapun kakek Teungku Meunasah Meucap berasal dari wilayah Aceh Besar yang hijrah dalam perang Aceh pada masa Belanda. Nama asli Teungku Meunasah Meucap ialah Teungku Abdurrahman. Namun setelah menjadi seorang alim yang mendalam ilmunya masyarakat lebih senang memanggil namanya dengan Teungku Meunasah Meucap. Sebab beliau lahir dan mendirikan Dayah pada awalnya di Meunasah Meucap. Teungku Meunasah Meucap diperkirakan lahir sekitar tahun 1897 di Desa Meunasah Meucap, kawasan Peusangan Bieruen. Semenjak kecil ia telah dibekali berbagai macam ilmu oleh ayahnya yang juga seorang ulama. Pada usia 12 tahun, mulailah Teungku Abdurrahman Meunasah Meucap mengembara dalam menuntut ilmu. Banyak dayah yang beliau singgahi dan berguru kepada banyak para ulama. Teungku Meunasah Meucap belajar pertama kali di

Abu Mahmud Usman Pucok Alue; Ulama Kharismatik dan Guru Teungku Ismail Jakub Penerjemah Al-Um.

Beliau adalah ulama yang lahir sekitar tahun 1897 di Desa Pucok Alue Simpang Ulim Aceh Timur. Sebagian masyarakat mengenalnya dengan sebutan Abu Rawang, nisbat kepada dayah yang beliau dirikan di Rawang Keumeude sepulang menuntut ilmu di Ie Leubue pada tahun 1925, dan salah satu muridnya yang dikenal adalah Professor Teungku Ismail Jakub yang pernah belajar kepada Abu Rawang rentang waktu 1928-1931 sebelum Teungku Ismail Jakub belajar ke Normal Islam Padang. Mengawali pendidikannya Teungku Mahmud Usman Pucok Alue belajar langsung dasar-dasar keilmuan dari orang tuanya yang juga seorang yang dikenal taat dalam beragama. Teungku Mahmud Usman kemudian merantau ke Siem Aceh Besar untuk belajar langsung kepada ulama yang baru menyelesaikan pendidikannya di Mekkah yaitu Syekh Haji Hasan Kruengkalee. Teungku Mahmud Usman Pucok Alue atau Abu Rawang merupakan generasi pertama dari didikan Abu Kruengkalee. Kemungkinan besar beliau segenerasi dengan Abu Sulaiman Lhoksukon, Abu Rasyid Samlak

Syekh Haji Usman Maqam; Ulama Aceh Lulusan Saulatiah dan Darul Ulum Mekkah.

  Beliau lahir pada tahun 1909 di Krueng Panjoe Gandapura Bireuen dengan nama Teungku Usman Maqam bin Abdullah. Keluarganya sangat memberi perhatian khusus terhadap ilmu pengetahuan khususnya agama. Hal Ini dibuktikan setelah beliau belajar agama di wilayahnya kepada beberapa ulama setempat dan kepada orang tuannya, pada tahun 1923 dalam usia 14 tahun Teungku Usman Maqam dikirim oleh orangtuanya ke Mekkah untuk memperdalam keilmuan kepada ulama ulama besar yang ada disana. Di Mekkah Teungku Usman Maqam mengawali belajarnya di Madrasah Saulatiah Mekkah yang dipimpin oleh Syekh Rahmatullah Hindi, seorang ulama yang hijrah dari India. Di antara guru-guru yang mengajar di Saulatiah adalah para ulama seperti: Syekh Rahmatullah Hindi yang juga sebagai pimpinan madrasah tersebut, Syekh Muhammad Hasan Masyath, Syekh Sayyid Amin Kutbi, Syekh Sayyid Alawy dan para ulama lainnya. Pada Madrasah Saulatiah Teungku Usman Maqam belajar selama sembilan tahun, jenjang yang dilalui adalah Ibtidaiya

Teungku Haji Abdussalam Meuraxa; Ulama dan Ilmuan Banda Aceh Berpengaruh.

Gambar
  Beliau merupakan salah satu ulama Aceh yang dikenal sebagai ulama, pengusaha, penulis kitab, dan seorang kristolog handal pada masanya. Teungku Haji Abdussalam lahir di Kota Banda Aceh, tepatnya di Kampung Meuraxa pada tahun 1899. Bila melihat tanggal lahirnya, Teungku Haji Abdussalam Meuraxa sebaya dengan ulama Aceh lainnya yaitu Abu Syech Mud Blangpidie yang lahir pada tahun yang sama 1899. Abu Syech Mud sendiri berasal dari daerah Lhoknga Aceh Besar dan kemudian berkiprah di Blangpidie sepulang belajar dari Yan Keudah Malaysia. Mengawali masa belajarnya, Teungku Abdussalam Meuraxa belajar langsung kepada orang tuanya ilmu-ilmu dasar dalam keislaman. Namun karena kecintaannya kepada ilmu, telah mengantarkan beliau mengembara dalam menuntut ilmu di beberapa lembaga pendidikan sehingga telah mengantarkan beliau menjadi seorang ilmuan yang mendalam ilmunya. Beliau merupakan murid dari dua ulama besar Aceh yaitu Teungku Chik Lambirah yang merupakan pimpinan dayah di Lambirah dengan

Abu Cot Kuta; Ulama Aceh dan Pendiri Dayah Periode Awal.

Gambar
  Masyarakat Cot Trueng dan sekitarnya mengenal beliau dengan laqab Abu Cot Kuta. Nama asli beliau adalah Teungku Abu Bakar bin T. Muhammad Ali. Lahir dari dari keluarga sederhana tidak pernah menyurutkan langkah beliau dalam menimba ilmu pengetahuan. Mengawali pendidikannya, Teungku Abu Bakar Cot Kuta belajar langsung pada ayahnya yang juga seorang yang memahami agama. Selain belajar pada ayahnya, beliau bersekolah di SR, namun ada yang unik dari beliau yaitu masa belajarnya setengah dari yang lain. Karena kecerdasan Teungku Abu Bakar Cot Kuta hanya bersekolah enam bulan dalam setiap tahunnya, karena cepatnya beliau memahami setiap bahan yang diajarkan. Selesai SR dalam waktu yang singkat, Abu Cot Kuta memulai pendalaman agamanya pada salah seorang ulama dan pendiri Dayah yang dikenal dengan Abu Ibrahim Puloe Reudeup. Disebutkan lama beliau berguru kepada Teungku Ibrahim tersebut sampai beliau menjadi seorang yang alim dan mendalam ilmunya. Setelah menjadi seorang Teungku, Abu C

Abu Sabang Lamno; Ulama Terkemuka Lamno dan Pendiri Dayah Bustanul Aidarusiah.

Gambar
  Abu Mesjid Sabang merupakan laqab yang diberikan oleh masyarakat setempat kepada ulama yang mereka cintai yaitu Syekh Haji Aidarus atau sering ditulis dengan Abu Sabang Lamno. Nama asli beliau adalah Teungku Haji Aidarus bin Teungku Haji Sulaiman yang merupakan pendiri Dayah Bustanul Aidarusiah Leupee Mesjid Sabang Lamno. Semenjak kecil Teungku Aidarus telah dipersiapkan oleh ayahnya yang juga seorang ulama untuk menjadi ulama dan pengawal agama di wilayahnya. Beliau dilahirkan di Desa Leupee Kecamatan Jaya, Lamno Aceh Jaya sekitar tahun 1871 dan ada yang menyebutkan pada tahun 1885. Mengawali jejak keilmuannya, Teungku Aidarus belajar Al-Qur'an langsung kepada ayahnya yang juga seorang ulama di wilayah Lamno. Selain belajar kepada ayahnya, Teungku Aidarus juga belajar Kitab-kitab permulaan atau Ibtidaiyah kepada seorang ulama yang bernama Teungku Muhammad Shaleh Lhue. Setelah menyelesaikan belajarnya kepada Teungku Muhammad Shaleh tersebut, karena melihat bakat yang ada pada

Teungku Syekh Ibrahim Lamnga; Ulama dan Guru Besar JADAM Montasik.

Gambar
  Beliau adalah anak dari ulama Lamnga Montasik yang bernama Teungku Yunus dikenal dengan sebutan Teungku Chik di Lamnga, karena mendirikan lembaga pendidikan di Lamnga Montasik. Nama kecilnya Teungku Ibrahim bin Teungku Yunus, namun setelah menjadi ulama dan tokoh berpengaruh, masyarakat mengenal beliau dengan panggilan Teungku Syekh Ibrahim "Ayahanda". Menurut keterangan Prof Ali Hasjmi, Teungku Syekh Ibrahim Ayahanda merupakan ulama yang lahir mendahului zamannya, disebabkan kontribusi beliau yang besar dalam perjuangan dan pendidikan di Aceh. Teungku Syekh Ibrahim Lamnga lahir pada tahun 1895, beliau hampir sebaya dengan Abu Lampisang yang lahir tahun 1894, Abu Cot Kuta lahir 1896, Teungku Abdul Wahab Kenaloi lahir 1898, Teungku Abdussalam Meuraksa lahir 1899, Abu Syech Mud lahir 1899 dan para ulama lainnya yang segenerasi dengan Teungku Syekh Ibrahim Lamnga. Semenjak kecil Teungku Syekh Ibrahim Lamnga telah dikenal dengan kecerdasan dan kesungguhan dalam menuntut ilm

Syekh Hanafiyah Abbas; Pemuka Ulama Samalanga, Lulusan Mekkah.

Gambar
  Teungku Syekh Hanafiyah Abbas atau dikenal dengan sebutan Teungku Abi adalah seorang ulama yang lahir segenerasi dengan Abu Ali Lampisang, Abu Kruengkalee, Abu Meunasah Kumbang dan Abu Cot Kuta. Beliau berasal dari keluarga terhormat, dan termasuk keturunan para ulama yang datang ke Samalanga untuk menyebarkan dakwah. Disebutkan bahwa asal muasal keturunan Syekh Hanafiyah Abbas berasal dari Arab, namun silsilah tersebut tidak diberi perhatian khusus, sehingga jalur ke kakek beliau tidak diketahui dengan pasti. Namun yang pasti bahwa kehadiran Syekh Hanafiyah Abbas memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Samalanga secara khusus, mengingat banyak para ulama generasi berikutnya termasuk Abu Abdul Aziz Samalanga atau Abon Samalanga adalah murid dan menantunya. Karena Abon Samalanga merupakan salah satu ulama yang banyak mengkader para ulama pada masa berikutnya. Di antara murid-murid Abon Samalanga adalah Abu Ibrahim Lamno, Abu Kasim Tb, Abon Darussalamah, Abu Kuta Krueng,